SALATIGA, KOMPAS.com - Berawal dari lahan kosong milik pamannya, Roy Wibisono Anang Prabowo merintis usaha pembuatan cangkir keramik. Kini, cangkir keramik buatan Naruna Creative Space telah mampu menembus pangsa pasar di Qatar, Australia, dan India.
Ditemui di lokasi workshopnya, Roy mengatakan, ia merintis usaha pembuatan cangkir keramik ini sejak Oktober 2019. Baca juga: Di Museum Nasional, Hasto Cerita Kisah Megawati Jadi Perawat Keramik Kuno Bahan baku tanah liat didatangkan khusus dari Sukabumi (Jawa Barat) dan Pacitan (Jawa Timur).
Alasannya, kualitas tanah liat dari kedua daerah tersebut sangat bagus dan tahan saat dibakar hingga suhu 1.250 celcius. "Memang karakter tanah liatnya harus yang bagus, karena kalau tanah biasa saat dibakar malah meleleh," jelasnya, Rabu (19/2/2020). Menurut Roy, proses pembuatan cangkir keramik tidak terlalu susah.
Bermula dari tanah liat yang dibentuk, selanjutnya dibiarkan hingga mengering. "Setelahnya baru dilakukan proses pewarnaan dan dibakar selama enam jam dengan suhu yang stabil. Jika semua proses tersebut telah selesai, maka tinggal dilakukan finishing," paparnya.
Dia menilai, keramik produksi Naruna mampu menembus pangsa pasar luar negeri karena desainnya yang menyesuaikan perkembangan zaman. "Sekarang baru ramai segmen masa depan, ini yang menjadi tren keramik di dunia.
Motif-motif dalam gelas keramik ini unik, sehingga kompetitor tidak bisa masuk dalam penawaran yang sama," tegas Roy. Baca juga: Perjuangan Yustina Ojing, Bertahan Membuat Periuk Tanah Liat di Tengah Arus Modernisasi Motif dan bentuk cangkir, lanjutnya, tidak asal buat. Tapi melalui proses riset sehingga karakter yang muncul bisa menonjol dan menjadi ciri khas.
Apalagi, kata Roy, keramik produksi Naruna saat ini mengincar segmen konsumen kafe-kafe. "Kalau yang untuk di Indonesia, pemasaran sudah sampai ke Jakarta, Surabaya, Bali, dan Makasar," kata lelaki lulusan Universitas Diponegoro ini.
Soal harga, Roy mematok per cangkir mulai Rp 85 ribu sampai Rp 115 ribu. Variasi harga ini tergantung pada ukuran dan kerumitan cangkir, termasuk pewarnaannya. Karena pesanan terus berdatangan, baik dalam bentuk cangkir maupun custom, dalam sebulan setidaknya dibutuhkan empat ton tanah liat.
"Jumlah pekerja ada 20 orang dengan keahlian masing-masing. Ada beberapa lulusan SMK yang sesuai klasifikasinya, agar hasilnya maksimal. Jika belum bisa membuat, maka akan didampingi hingga bagus hasilnya," kata Roy.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dari Lahan Kosong Belakang Rumah, Keramik Naruna Tembus Pasar Ekspor", Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2020/02/19/16440441/dari-lahan-kosong-belakang-rumah-keramik-naruna-tembus-pasar-ekspor?page=all.
Penulis : Kontributor Ungaran, Dian Ade Permana
Editor : Khairina